Halo Para Pengunjung Tercinta
Banyak mahasiswa dan pemuda kita yang menjadikan
kuliah di luar negeri sebagai impian besarnya. Sebagian terlampau
berandai-andai menganggap bahwa hal tersebut akan secara otomatis
meningkatkan kualitas keilmuannya. Branding kesuksesan, kecerdasan, dan
mumpuni dalam bahasa asing pun segera menghias di setiap benak pemuda
kita. Tentu saja tidak semua salah dan tidak semua juga sebagaimana yang
digambarkan. Posting kali ini ingin sedikit mencari gambaran yang
seimbang, seputar apa keuntungan kuliah di luar negeri. Tentu saja
berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis yang terbatas.
Mari
sedikit menginventaris keuntungan belajar di negeri orang. Beberapa
point yang akan kemukakan :
(A) Dari sisi keilmuan, maka ia akan
menggali langsung dari referensi induknya dengan bahasa asli penulisnya.
Hal ini setidaknya akan membuka peluang untuk memperdalam orisinalitas
ilmu dan ketajamannya.
(B) Dari sisi referensi, maka biasanya
dengan kuliah di luar negeri kita bisa mendapatkan banyak buku referensi
yang belum tentu ada di negri kita. Begitu pula dengan jurnal-jurnal
terbaru untuk mengembangkan ilmu kita. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa
di negara kita anggaran pendidikan masih minim. Jadi wajar saja jika
perpustakaannya pun mungkin tidak standar yang seharusnya.
(C) Dari
sisi pengembangan ilmu, biasanya di luar negeri banyak sekali diadakan
seminar keilmuan, kajian dan diskusi yang ‘anehnya’ gratis dengan
fasilitas seabrek. Bayangkan saja, di negri kita seminar keilmuan atau
apapun pasti ada tarifnya dan terkadang hasilnya begitu mengecewakan dan
berhenti di seminar saja.
(D) Dari sisi rujukan ilmu, maka di luar
negeri kita mungkin peluang-peluang untuk berguru atau bertanya
langsung pada ilmuwan dunia lebih terbuka. Di Indonesia cukup jarang ada
tamu tingkat dunia. Contohnya dalam masalah ilmu keislaman, nama
Dr.Yusuf Qaradhawi tidak bisa diragukan lagi menjadi simbol keilmuan
Islam pada jaman ini. Nah, di Indonesia beliau terakhir datang pada
tahun 2007 lalu, sebelumnya saya masih ingat betul ; beliau hadir di
Masjid Al-Azhar tahun 1999. Bayangkan, dalam kurun waktu delapan tahun
beliau baru sempat secara langsung mentransfer ilmunya pada kita, itupun
selama dua kali dan tak lebih dari satu jam.
Bagaimana di Timur
Tengah sana ? Ternyata aktifitas beliau cukup padat di negara-negara
Timur Tengah. Mengisi perkuliahan umum, seminar atau muktamar
berkeliling di seputar jazirah arab sudah menjadi agenda beliau. Tak
cukup hanya itu, setiap Ahad malam stasiun televisi Al-Jazeera juga
dengan setia menampilkan secara live dialog fikh dengan beliau. Acaranya
berjudul : Asy-Syariah wal Hayah ! Membahas permasalahan kontemporer
yang umat membutuhkan jawabannya segera.
(E) Dari sisi kemampuan
bahasa, maka di luar negeri kita mempunyai peluang yang sangat besar
untuk mengasah bahasa asing kita. Di Barat dengan bahasa Inggris atau
Perancisnya, maupun di Timur Tengah dengan bahasa Arabnya. Ini sangat
membantu dalam perkembangan keilmuan kita selanjutnya. Begitu pula
dengan peluang bursa kerja di tanah air yang lebih terbuka. Tidak perlu
susah-susah kursus, di luar negeri kita dimana saja kita bisa
mempraktekkan bahasa kita. Meski kalau tidak hati-hati, justru bahasa
yang tidak pakem malah yang kita kuasai.
(F) Dari sisi jaringan,
maka ia akan mempunyai banyak aset berupa jaringan untuk masa depannya.
Mungkin sesama mahasiswa Indonesia, atau juga dengan mahasiswa dari
negara lainnya. Sesama mahasiswa Indonesia, karena di negeri orang
biasanya menguatkan persaudaraan. Perasaan senasib sepenanggungan bisa
berbuah jaringan yang kuat di masa depan. Bisa jadi senior yang telah
sukses di Indonesia segara akan merekrut adik kelasnya begitu tiba di
Bandara Soekarno Hatta ! Begitu pula dengan jaringan luar negeri,
sehingga terkadang kita bisa plesir di tempat yang sebelumnya tidak
pernah kita temukan dalam peta. Masih ingat kasus the Rising Star
Prabowo Subianto yang terpuruk paska lengsernya sang mertua ? Begitu
karir militernya dipangkas habis, seorang sahabat menelpon dari jauh, ”
Come on to my country.., youre my friend ! “. Sahabatnya itu adalah
Pangeran Abdullah, yang saat ini tengah memimpin Jordania. Mereka berdua
bertemu saat sama-sama sekolah militer di luar negri. Maka Prabowo pun
melenggang nyaman ke luar negeri, karena jaringan yang telah dirintisnya
sejak kuliah di negri orang.
(G) Dari sisi konsentrasi belajar,
semestinya lebih mendukung. Ia tidak perlu lagi disibukkan dengan
masalah keluarga, masyarakat atau berita-berita mengkhawatirkan dari
ibukota. Paling jauh ia hanya bisa mengamati dan berdoa. Apalagi dari
sisi keluarga juga cukup tahu diri, biasanya yang diinformasikan keluar
hanya sebatas berita-berita bahagia yang menyemangati sang putra.
(H)
Dari sisi finansial, jelas memang kalau biaya sendiri pasti tidak bisa
disebut menguntungkan. Tetapi dengan kuliah di luar negeri, otomatis
membuka peluang beasiswa dan sponsorship yang mungkin agak enggan
memberikan beasiswa pada mereka yang di Indonesia. Jika seperti ini,
maka hal ini bisa juga kita masukkan dalam sisi keuntungan.
(I)
Dari sisi finansial juga, meski agak susah peluangnya, jika kita sukses
kuliah sambil kerja, maka gaji yang didapat sudah pasti mencukupi biaya
hidup yang semestinya. Tingkat UMR di kota-kota besar di dunia kadang
jauh di atas gaji karyawan perlente berdasi di gedung-gedung ibukota
kita.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar